Ilustrasi [detik] ★
Salah satu penyebab alutsista TNI yang tidak prima adalah banyaknya personel seperti pilot namun jumlah pesawat sedikit. Dampaknya, alutsista menjadi tidak prima karena selalu berganti-ganti tangan dalam waktu relatif cepat.
Hal itu diungkapkan Pengamat Militer dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhadjir Effendy saat dihubungi Harianjogja.com, Minggu (10/7/2016).
“Persoalan sama seperti negara miskin lainnya. Kalau negara kaya waktu untuk berganti bisa lama. Di Indonesia satu pesawat dipakai banyak tangan,” ungkap dia.
Ia berpendapat, meski berusia 40 tahun, Heli Bell 205 sebenarnya masih bisa dipakai di tengah minimnya alutsista TNI. Selain itu Bell 205 sudah diupgrade sedemikian rupa, hal itu tergantung pada perawatan rutin untuk memastikan kondisi mesin tetap prima.
“Kecuali kalau ada ganti yang baru, kalau memang tidak ada, saya kira masih bisa dipakai,” kata dia.
Lebih lanjut ia mengungkapkan penyebab jatuhnya Helikopter Bell 205 harus segera ditemukan agar bisa menjadi evaluasi kinerja TNI ke depan. Sayangnya, pihak TNI AD belum bisa memastikan penyebabnya karena tim investigasi masih mengumpulkan data di lapangan.
Muhadjir Effendy menyakini, tim investigasi yang dibentuk Mabes TNI AD sangat mumpuni dan mampu bekerja di bidangnya.
Selain itu, tim biasanya beranggotakan dari berbagai gabungan dan ahli. Oleh karena itu, tim harus mampu menemukan jawaban penyebab jatuhnya heli tersebut, agar bisa menjadi dasar untuk melakukan evaluasi kinerja TNI ke depan supaya peristiwa serupa tak terulang lagi.
“Harus diupayakan untuk menemukan penyebabnya, apakah human eror atau kesalahan teknis atau mungkin bagian sistem mesin yang kurang baik,” terangnya.
Salah satu penyebab alutsista TNI yang tidak prima adalah banyaknya personel seperti pilot namun jumlah pesawat sedikit. Dampaknya, alutsista menjadi tidak prima karena selalu berganti-ganti tangan dalam waktu relatif cepat.
Hal itu diungkapkan Pengamat Militer dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhadjir Effendy saat dihubungi Harianjogja.com, Minggu (10/7/2016).
“Persoalan sama seperti negara miskin lainnya. Kalau negara kaya waktu untuk berganti bisa lama. Di Indonesia satu pesawat dipakai banyak tangan,” ungkap dia.
Ia berpendapat, meski berusia 40 tahun, Heli Bell 205 sebenarnya masih bisa dipakai di tengah minimnya alutsista TNI. Selain itu Bell 205 sudah diupgrade sedemikian rupa, hal itu tergantung pada perawatan rutin untuk memastikan kondisi mesin tetap prima.
“Kecuali kalau ada ganti yang baru, kalau memang tidak ada, saya kira masih bisa dipakai,” kata dia.
Lebih lanjut ia mengungkapkan penyebab jatuhnya Helikopter Bell 205 harus segera ditemukan agar bisa menjadi evaluasi kinerja TNI ke depan. Sayangnya, pihak TNI AD belum bisa memastikan penyebabnya karena tim investigasi masih mengumpulkan data di lapangan.
Muhadjir Effendy menyakini, tim investigasi yang dibentuk Mabes TNI AD sangat mumpuni dan mampu bekerja di bidangnya.
Selain itu, tim biasanya beranggotakan dari berbagai gabungan dan ahli. Oleh karena itu, tim harus mampu menemukan jawaban penyebab jatuhnya heli tersebut, agar bisa menjadi dasar untuk melakukan evaluasi kinerja TNI ke depan supaya peristiwa serupa tak terulang lagi.
“Harus diupayakan untuk menemukan penyebabnya, apakah human eror atau kesalahan teknis atau mungkin bagian sistem mesin yang kurang baik,” terangnya.
0 Response to "Di Indonesia, Satu Pesawat Dipakai Banyak Pilot"
Post a Comment